Oleh: Cahyana Ari Yahya*
Pergantian
tahun 2015 ditandai dengan
dibukanya Masyarakat Ekonomi Asean
(MEA). Pada implementasinya dapat
kemana-mana, termasuk dalam pendidikan, kebudayaan, perdagangan, dan tenaga
kerja. Tapi kita harus menengok kebelakang disaat situasi Indonesia saat ini
yang banyak kasus korupsi, jual beli ijazah dan lain-lain apakah Indonesia siap
untuk melaksanakanya?
Melihat
yang terjadi pada masalah pendidikan, khususnya perguruan
tinggi, ini perlu di tanggapi,
kerena sudah ada oknum dosen pada Perguruan Tinggi (PT) yang bermain taktik
untuk mendapatkan keuntungan sendiri tanpa memperhatikan bagaimana dia
membimbing mahasiswa agar mampu menjadi mahasiswa yang kompeten dan memiliki
kualitas unggul guna di terapkan pada masyarakaat disekitarnya.
Tetapi
jika oknum dosen saja seperti itu apakah mampu mencetak generasi yang memiliki kualitas untuk daya saing di MEA? Semogga
saja di tahun 2016 ini,
PT dan mahasiswa mampu
menerapkan dan membuktikan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang selama ini mereka
gembor-gemborkan.
Sudah
begitu lama saya berkumpul dengan mahasiswa-mahasiswa dari berbagai PT dan mereka pun adalah
teman saya. Salah satu yang sangat berkesan pada saat itu adalah semangat
belajar yang ulet dan tekad yang kuat, selain itu mahasiswa pada saat itu
sangat kreatif
dan inovatif untuk melakukan penelitian dan mereka kembangkan inovasi-inovasi
itu dalam kehidupan bermasyarakaat.
Pada
masa itu pola pikir kritis mahasiswa untuk mengembangkan ilmu pengetahuan sanggat
luar biasa, terbukti pada saat itu banyak lulusan yang membawa hasil
penelitianya kedalam lingkungan kehidupanya,
alhasil sanggat bermanfaat pada masyarakaat.
Namun
kelemahan kita saat ini adalah jiwa pantang menyerah, tekad dan pola pikir
kritis yang salah. Mengapa demikian? Karena sebagian mahasiswa saat ini
kualitas dan kuantitas daya saingnya
menurun, ditambah lagi dengan
pola pikir kritis yang salah.
Kebanyakan
mahasiswa sekarang terlalu kritis akan pemerintahan ketimbang berpikir kritis
untuk menciptakan formula solusi dalam membangun bangsa guna menghadapi
persaingan antar negara-negara lainnya.
Pada
masa sekarang,
mahasiswa hanya bersuara keras tapi tidak ada bukti. Mereka hanya
mengembor-ngemborkan kalau mahasiswa adalah agen perubahan, agen kontrol sosial
dan lain sebagainya. Dalam pepatah jawa itu hanya di sebut sebagai JARKONI (Gelem Ujar, Ora Gelem Nglakoni).
Sementara
itu, aspek perguruan tinggi
juga banyak yang bermasalah. Sekarang banyak perguruan tinggi yang bermain
dengan uang tanpa memperhatikan kualitas mahasiswanya. Yang lebih parah lagi
adalah praktik jual beli ijazah yang memperburuk kualitas bangsa kita. Jika
sudah seperti ini apakah Indonesia layak untuk bersaing dalam MEA?
Kelemahan-kelemahan
yang kita alami ini harus menjadi kesadaran kita untuk mau merubah pola pikir
serta menumbuhkan kesadaran akan pendidikan,
guna menciptakan generasi penerus yang berkualitas dan berkompeten untuk
membangun bangsa kita agar mampu bersaing dengan negara-negara lain.
Ada
banyak hal yang perlu dievaluasi antara lain tenaga pengajar yang lebih
bertanggungjawab,
agar mahasiswa mampu menyerap ilmu yang kemudian hari dapat diterapakn dalam
masyarakaat. Ada beberapa oknum dosen
yang hanya datang untuk absen dan ada juga yang hanya member tugas makalah,
paper atau tugas-tugas yang lain.
Lantas
jika sistem pendidikan selalu seperti ini apakah mampu menciptakan mahasiswa
yang mempunyai kualitas daya saing?
Belum lagi praktik jual beli ijazah, hal ini sanggat penting ditangani karena
akibatnya sanggat luar biasa dalam negara kita. Tindakan ini adalah titik awal
hancurnya bangsa kita. Orang yang memakai ijazah palsu tidak mempunyai kualitas
yang mumpuni untuk menjalankan pemerintahan dan berakibat semakin terpuruknya
perkembangan Indonesia.
Tahun ini harus ada perubahan, mulai dari sistem
pendidikan di PT
dan pola pikir kritis mahasiswa,
agar muncul sebuah gagasan baru untuk megibarkarkan panji-panjinya. Sekarang
sudah mulai di tangani permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan PT dengan harapan mampu
meningkatkan kualitas mahasiswa untuk masa yang akan datang.
Peranan
mahasiswa sebagai agen of chage dan agen of social control perlu di genjot lagi, agar memberikan perubahan
yang nyata. Mahasiswa harus lebih mampu lagi berpikir kritis untuk menciptakan
perubahan terhadap bangsa ini, peranan mahasiswa sangat diharapkan. Jadi, mahasiswa harus bersungguh-sungguh
dalam menempuh pendidikannya.
*)Mahasiswa
Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang, Program Studi Agribisnis.