Tiga Kebijakan untuk Menutup Pendapatan -->

Iklan Semua Halaman

Tiga Kebijakan untuk Menutup Pendapatan

Jumat, 26 Februari 2016
Pemerintah bakal mengambil tiga kebijakan sekaligus untuk menutup pendapatan negara yang diproyeksikan meleset Rp 290 triliun di bawah target. Kebijakan tersebut ialah pelaksanaan program pengampunan pajak, pemotongan anggaran, dan penambahan utang.

”Pengampunan pajak saja tidak mungkin (cukup). Memang harus dikombinasi. Penghematan belanja harus ada. Pelebaran defisit juga ada,” kata Direktur Penyusunan Anggaran Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Kunta Nugraha di Jakarta, Rabu (24/2). dikutip dari kompas.com

Salah satu penghematan anggaran belanja yang sedang dikaji Kementerian Keuangan, menurut Kunta, adalah pemotongan subsidi bahan bakar minyak. ”Ada wacana memotong subsidi karena harga sedang turun, tetapi ini masih dikaji,” kata Kunta.

Saat ini, menurut Kunta, Kementerian Keuangan terus mengikuti dinamika perekonomian dan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016. Sejumlah skenario terus dikaji untuk mengantisipasi realisasi pendapatan yang diproyeksikan jauh di bawah target. Meskipun demikian, belum ada keputusan final.

”Ada berbagai skenario. Semuanya disiapkan. Kami juga terus memantau perkembangan harga minyak dan asumsi makro. Program pengampunan pajak nanti juga akan kami pantau,” kata Kunta.

Target pendapatan dalam APBN 2016 adalah Rp 1.822,5 triliun, sedangkan alokasi belanja negara mencapai Rp 2.095,7 triliun. Dengan demikian, defisit anggaran mencapai Rp 273,2 triliun atau 2,15 persen dari produk domestik bruto.

Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro, dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR, pekan lalu, mengatakan, penerimaan pendapatan negara pada tahun ini akan meleset sekitar Rp 290 triliun di bawah target. Hal ini disebabkan anjloknya penerimaan negara dari minyak bumi dan komoditas, serta realisasi pajak yang jauh di bawah target.

Penerimaan pajak dari uang tebusan program pengampunan pajak, menurut Bambang, diandalkan pemerintah untuk menutup kekurangan pendapatan negara. Akan tetapi, ia belum bisa memastikan berapa nilainya. Kementerian Keuangan awalnya memperkirakan nilainya berkisar Rp 150 triliun-Rp 200 triliun.

Simulasi Kompas menunjukkan, ruang tambahan utang, jika pemerintah memperlebar defisit dari 2,15 persen menjadi 2,4 persen, misalnya, tinggal tersedia Rp 31,6 triliun. Artinya, masih ada kekurangan Rp 238,4 triliun dari target pendapatan. Ruang untuk menutupnya tinggal pemotongan belanja anggaran.

Berharap diselesaikan

Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, pemerintah secara sungguh-sungguh mengharapkan RUU Pengampunan Pajak bisa segera diselesaikan. Percepatan pembahasan itu dibutuhkan dalam konteks untuk menghadapi turbulensi kondisi perekonomian dunia.

”Pembahasan rancangan undang-undang tersebut juga diperlukan karena ada kemungkinan terjadi defisit anggaran,” kata Pramono.

Sejumlah fraksi di DPR masih terbelah. Beberapa di antaranya mendukung pembahasan RUU Pengampunan Pajak. Sekretaris Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto menilai tidak beralasan jika DPR ingin menunda RUU Pengampunan Pajak karena RUU KPK disepakati ditunda.

Wakil Ketua Fraksi Partai Nasdem Johnny G Plate juga menilai penundaan pembahasan revisi UU KPK tidak serta-merta berarti menunda pembahasan RUU Pengampunan Pajak.

Sekretaris F-PAN Yandri Susanto mengatakan, DPR harus segera menindaklanjuti usulan RUU Pengampunan Pajak yang diajukan pemerintah.

Wakil Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Bidang Perpajakan Handi Pranata mengatakan, REI mengharapkan perumusan RUU Pengampunan Pajak tetap dilanjutkan.

”Pemerintah mendapatkan data pajak yang lebih lengkap, termasuk lokasinya, agar bisa dikenai pajak,” ujarnya.
Selama ini banyak simpanan, dana perputaran usaha, dan investasi warga negara Indonesia yang disimpan di luar negeri dan tidak ketahuan. Dengan akurasi sumber pemasukan pajak, uang yang masuk ke pasar diharapkan lebih banyak dan bisa menggerakkan perekonomian.

Secara terpisah, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani berpendapat, pengampunan pajak tidak bisa dilihat secara tersendiri. Pengampunan pajak harus dilihat sebagai salah satu bagian dari reformasi perpajakan secara keseluruhan.

Rosan mengatakan, melalui pengampunan pajak diharapkan lebih ada keterbukaan dan dana yang kembali ke Indonesia bisa memicu pertumbuhan perekonomian lebih baik. ”Apabila itu menjadi inti pencapaiannya, Kadin tentu mendukung,” katanya. (Uha)