Mutu dan ketersediaan masih menjadi masalah dalam
hal pemenuhan konten lokal di sektor pertambangan di Indonesia. Penerapan
regulasi mengenai konten lokal juga perlu ditertibkan. Pemerintah terus
mendorong pemanfaatan konten lokal melalui amandemen kontrak karya dan
perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara.
Demikian yang mengemuka dalam diskusi bertajuk
"Implementasi Penyerapan Konten Lokal di Sektor Mineral dan
Batubara", Rabu (24/2), di Jakarta. Sebagai narasumber adalah Direktur
Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Bambang Gatot Ariyono, Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) Lestari Indah, Presiden Direktur PT Pesona Khatulistiwa Nusantara
Jeffrey Mulyono, Direktur Sales & Marketing PT Pertamina Lubricants Andria
Nusa, serta pengamat pertambangan M Marpaung. Dikutip dari kompas.com
Menurut Bambang, kendala pemenuhan konten lokal di
sektor pertambangan, antara lain, ketersediaan konten secara berkesinambungan
dan standar mutu barang. Di samping itu, masalah keselamatan kerja dalam hal
penggunaan konten lokal turut menjadi perhatian.
"Misalnya, untuk salah satu komponen yang
tersedia di dalam negeri, tetapi belum memenuhi standar keselamatan. Apa itu
akan dipaksakan dipakai? Tentu tidak karena bisa berpotensi rusak dan
mengganggu operasional. Perusahaan tidak mau mengambil risiko itu. Secara
bertahap perlu ditingkatkan mutu dan standar serta harga agar bisa bersaing
dengan produk impor," kata Bambang.
Bambang menambahkan, secara umum penggunaan konten
lokal di sektor pertambangan sudah bagus. Di sektor mineral, konten lokal yang
dipakai 68 persen, di batubara 90 persen.
Sementara itu, Andria meminta produk pelumas
dikeluarkan dari daftar impor barang (master list) yang diterbitkan
BKPM. Menurut dia, pasokan pelumas di dalam negeri cukup memenuhi kebutuhan
pelumas di sektor pertambangan. Pertamina Lubricants memproduksi pelumas
535.000 kiloliter per tahunnya.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perdagangan Luar
Negeri Kementerian Perdagangan Karyanto Suprih menegaskan, pemerintah tengah
merevisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82 Tahun 2012 tentang Ketentuan
Impor Telepon Seluler, Komputer Genggam, dan Komputer Tablet.
Revisi ini dilakukan sejalan dengan upaya mematangkan
regulasi terkait skema porsi batasan tingkat komponen dalam negeri telepon
seluler 4G long term evolution (LTE) untuk perangkat keras dan lunak.
Sejauh ini kegiatan dengar publik bersama Kementerian Perindustrian dan pelaku
industri telah dilakukan pada Selasa (23/2).
"Intinya, kami ingin Indonesia bukan hanya
menjadi pasar ponsel, importir juga perlu berinvestasi bangun industri,"
kata Karyanto.
Substansi penting yang diubah terletak pada pasal 4
draf revisi Permendag No 82/2012. Isinya, untuk memperoleh penetapan sebagai IT
ponsel, komputer genggam, dan tablet, perusahaan harus mengajukan permohonan
yang terkait produksi produk berteknologi 3G dan 4G LTE. Secara khusus untuk 4G
LTE, pemerintah mewajibkan perusahaan harus memperoleh rekomendasi investasi
industri dari Kementerian Perindustrian. (Uha)