Air
merupakan Sumber Daya Alam yang kurang diperhatikan oleh pemerintah selama ini.
Setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan seluruh pasal dalam Undang-undang
(UU) Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) yang ditenggerai merupakan
swastanisasi terselubung dan bertentangan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945, pemerintah diharapkan mampu mengelola air
yang ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Selama
ini, mindset
(pola pikir) pengelola air yang selalu profit oriented dengan
keuntungan maksimum bagi pemegang sahamnya telah merugikan hak rakyat yang
berdaulat. Sebagai unsur yang menguasai hajat hidup orang banyak, sesuai Pasal
33 UUD 1945 ayat (2) dan ayat (3), Air haruslah dikuasai negara. Sehingga,
dalam pengusahaan air harus ada pembatasan ketat sebagai upaya menjaga
kelestarian dan ketersediaan air bagi kehidupan.
Setidaknya,
ada lima poin pembatasan dalam hal pengelolaan air. Pertama, setiap pengusahaan air tidak boleh mengganggu dan
meniadakan hak rakyat. Soalnya, selain dikuasai negara, air ditujukan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kedua,
negara harus memenuhi hak rakyat atas air sebagai salah satu hak asasi manusia,
yang berdasarkan Pasal 28 ayat (4) UUD 1945 harus menjadi tanggung jawab
pemerintah.
Ketiga, pengelolaan air pun harus
mengingat kelestarian lingkungan. Keempat,
sebagai cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak,
menurut Pasal 33 ayat 2 UUD 1945 Air harus dalam pengawasan dan pengendalian
oleh negara secara mutlak. Kelima,
hak pengelolaan air mutlak milik negara, maka prioritas utama yang diberikan
pengusahaan atas air adalah BUMN atau BUMD.