![]() |
Dok. Google |
Menteri Dalam Negeri Tjahjo
Kumolo memberhentikan Ahmad Wazir Nofiadi Mawardi sebagai Bupati Ogan Ilir,
Sumatera Selatan, setelah Nofiadi ditetapkan tersangka oleh Badan Narkotika
Nasional. Sikap tegas ini sekaligus peringatan bagi pejabat lain agar menjauhi
narkoba.
Demi menjaga kesinambungan roda pemerintahan,
Mendagri menunjuk Wakil Bupati HM Ilyas Panji Alam selaku Penjabat Bupati Ogan
Ilir.
Keputusan Mendagri ini di luar kelaziman yang
terjadi pasca Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
berlaku. Biasanya jika kepala atau wakil kepala daerah ditetapkan sebagai
tersangka dan ditahan, mereka hanya dilarang menjalankan tugas dan kewenangan. Seperti dilansir dari Kompas, 20 Maret 2016.
Kepala daerah baru diberhentikan sementara begitu
mereka berstatus terdakwa. Adapun pemberhentian tetap baru dilakukan setelah
kepala daerah terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan
berkekuatan hukum tetap.
"Keputusan pemberhentian diambil sebagai
peringatan bagi kepala daerah lainnya untuk tidak main-main dengan narkoba.
Efek menggunakan narkoba bisa mengganggu pengambilan keputusan pimpinan daerah,
bahkan berpotensi membahayakan daerah," ujar Tjahjo kepada Kompas di Jakarta, Sabtu (19/3).
Selain itu, menurut Mendagri, perlakuan terhadap
kasus seperti Nofiadi harus dibedakan dengan pimpinan daerah yang ditetapkan
tersangka dan ditahan untuk kasus pidana selain narkoba.
"Tersangka korupsi, misalnya, harus dibuktikan
dulu di pengadilan apakah salah atau tidak. Namun untuk kasus narkoba seperti
Nofiadi, kesalahannya sudah dibuktikan melalui tes urine, darah, dan rambut
oleh BNN. Apalagi diperkuat pengguna tertangkap tangan saat memakai narkoba dan
pengamatan dan penyelidikan yang telah dilakukan BNN," papar Tjahjo.
Dengan demikian, dia menegaskan tidak perlu lagi
ada status pemberhentian sementara bagi kepala daerah untuk kasus seperti
Nofiadi. "Langsung diberhentikan," ujarnya.
Secara terpisah, pengajar Fakultas Hukum
Universitas Parahyangan, Bandung, Asep Warlan Yusuf, mendukung langkah
Mendagri.
Menurut dia, narkoba termasuk dalam lima kejahatan
serius yang sangat merugikan publik selain korupsi, pelanggaran hak asasi
manusia berat, terorisme, dan lingkungan hidup. Jadi, sanksi yang berat harus
dijatuhkan kepada pelakunya.
"Jika penyelenggara negara seperti kepala
daerah menjadi tersangka dalam kasus-kasus itu, apalagi dia tertangkap tangan
dan ditahan, sudah layak diberhentikan tetap dari jabatannya. Tidak perlu lagi
menunggu putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap," tutur Asep.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan
Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai, terobosan Mendagri
mencerminkan keseriusan pemerintah memerangi narkoba sekaligus menjaga
moralitas para penyelenggara negara.
"Semua orang geram dengan perilaku Bupati Ogan
Ilir. Apalagi dia baru sebulan dilantik jadi kepala daerah, usianya masih muda,
dan gagal menjadi panutan selaku kepala daerah. Selain itu, dia jelas sudah
kehilangan legitimasi, kehilangan kepercayaan publik. Jadi tidak salah jika
Mendagri langsung memberhentikan dia," papar Endi.
Belum
diatur
Adapun Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan
Rakyat dari Fraksi Partai Gerindra Ahmad Riza Patria yakin mayoritas publik
mendukung terobosan Mendagri. Namun, Riza mengingatkan, maksud baik Mendagri
untuk menciptakan efek jera belum diatur undang-undang, khususnya UU No
23/2014.
"Jadi secara hukum, keputusan Mendagri bisa
disalahkan sekalipun memiliki maksud baik," kata Riza.
Sementara itu, anggota Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu), Nasrullah, berjanji akan mendorong agar BNN dilibatkan dalam setiap
pilkada. Hal ini sangat penting untuk memastikan calon kepala daerah bukan
pengguna narkoba.
"Tidak ada alasan untuk tidak melibatkan BNN.
Kalau KPU tidak mau mengajak BNN, Bawaslu yang akan melibatkan. Kalau tidak ada
peraturan KPU, tidak menutup kemungkinan kami atur dalam peraturan
Bawaslu," katanya. (Mil)